10 Nov 2022 |
|
Oleh Kikie Nurcholik (VP 1 Komunitas Printing Indonesia) Dalam catatan kali ini saya ingin mengajak kita sekalian untuk bersama mencermati peluang usaha “yang masih tersisa” dalam Industri cetak konvensional, saya mengatakannya konvensional karena patut pula diakui bahwa industri percetakkan offset adalah industri yang begitu diminati para pegiat grafika sejak awal dipopulerkan di manca negara, karenanya banyak orang yang kemudian menggadang gadang (saat itu, bahkan mungkin hingga saat ini) Bisnis cetak offset merupakan bisnis yang takkan dapat dihentikan oleh teknologi cetak apapun. Walaupun Offset sanggup mengakomodir per... mintaan besar, harus kita akui masyarakat Indonesia sudah semakin terbiasa dengan media digital dan pelan pelan meninggalkan media cetak. Akhirnya Media cetak semakin langka. Alhasil diprediksi Industri media cetak di Indonesia tidak mampu menjalankan usahanya karena tidak ada kepastian pasokan dan permintaan. Kondisi ketegangan geo-politik seperti perang dagang China-Amerika semakin memanas dan makin banyaknya negara yang bertikai, seperti Rusia dan Ukraina yang Hingga kini belumlah dapat menyelesaikan masalah mereka. Perusahaan pemasok global pun lebih memilih mengamankan pasokan nya (tinta dll) untuk percetakan kemasan yangdianggapmasih berkembang,dalam situasi keterbatasan perdagangan internasional. Maka prediksi berikutnya pada media cetak (khususnya pada lini media Offset Lithography) semakin nyata tergerus oleh perkembangan teknologi digital yang semakin masif dan merata hingga kepelosok daerah. Teknologi Digitalpun akhirnya berhasil menjawab kekhawatiran gangguan kesehatan dan memberi kemudahan generasi tua beradaptasi. Bahkan mungkin diprediksi tidak akan ada lagi media cetak koran, majalah, buku,maupun flyer, yang ada adalah digital news, e-magazine, e-book dan e-flyer. Mungkin media cetak akan dikenang sebagai bagian dari sejarah peradaban manusia masa lalu, benarkah demikian…? Saya selalu menyebut bahwa “Harapan selalu mempunyai tempat” Masifnya penggunaan teknologi digital di Indonesia ditunjang oleh semakin meratanya jaringan internet sampai ke desa-desa dan terjangkaunya kepemilikan perangkat digital, membuat masyarakat mampu mengakses internet dengan mudah. Masyarakat semakin terhubung satu dengan yang lainnya secara bebas sehingga terbentuk komunitas-komunitas tertentu yang memiliki kesamaan orientasi. Ditengah meredanya geo-politik antar negara di dunia, akses global pun semakin terbuka. Komunitas menjadi kekuatan global yang mampu mempertahankan kepercayaan dan nilai-nilai tertentu, termasuk adanya komunitas global yang tetap menghargai media cetak sebagai bagian dari konvergensi mediayang bisa menawarkan kebangaan eksklusif sebuah komunitas. Menurut saya, Industri mediacetak yang ramping, akan mampu bertahan dengan tetap tersedianya pasokan bahan baku percetakan,serta nilai jual media cetak komunitas yang menyisakan keuntungan usaha. Rantai pasokan tinta pun tetap bisa menjamin adanya keuntungan usaha baik perusahaan lokal maupun perusahaan global, kondisi ketegangan di dalam negeri juga muncul disaat masih dibutuhkannya media cetak oleh masyarakat Indonesia,namun tinta cetak tidak tersedia,walaupun bahan baku kertas lokal masih bisa diandalkan. Ketegangan terjadi di tingkat global dan di tingkat nasional. Resiko geo-politik yang tinggi dan kelangkaan bahan baku tinta menjadikan jaringan tinta global semakin rapuh. Group global masing-masing mengandalkan integrasi ke hulu untuk tetap selektif dalam memilih pasokan mana yang diutamakan. Tinta media cetak pun menjadi sulit diprioritaskan mengingat petroleum, resin masih tergantung pada perdagangan internasional yang terganggu oleh masalah global. Maka mungkin juga akhirnya, Digital printing berlomba menawarkan solusi untuk dapat long run walaupun sementaraini,harga cetakannyamenjadi masalah besar.
Teknologi cetak konvensional pun dipacu untuk bisa memenuhi kebutuhan cetak media. Pembuatan tinta lokal yang mempunyai kualitas rendah bisa menjadi alternatif yang dimaklumi pengguna media cetak nasional. Adaptasi teknologi cetak lokal menjadi kunci pemenang perlombaan ini.Di sisi lain, masih ada masyarakat masih belum terpuaskan oleh penggunaan media digital terutama disektor pendidikan. Penggunaan digital media sangat dihindari, karena khawatir mengganggu tumbuh kembang anak. Pendidikan sekolah dasar sampai atas pun masih terganjal jaringan internet yang belum merata, ketidakmampuan memiliki perangkat digital dan mahalnya kuota internet. Pemerintah dinilai lamban dalam mengatasi kesenjangan tersebut sementara investasi swasta masih sangat terbatas. Generasi tua pun masih mempertahankan kebiasaannya menggunakan media cetak. Pemerintah menyadari bahwa buku cetak masih dibutuhkan. Komunitas pegiat grafikadan komunitas percetakan media(khususnya Offset Lithography)menjadi pelobi kuat dalam mempengaruhi arah kebijakan pemerintah untuk tetap memberikan ruang bagi keberlangsungan usaha cetak buku. Kondisi global yang kondusif pun menjamin keberlangungan pasokan tintadan kertas, ini yang saya katakan,bahwa harapan selalu punya tempatnya. Permasalahan perdagangan internasional mampu diatasi oleh perusahaan tinta global dalam menjaga stok bahan baku dan pasokan tinta ke Indonesia dengan demikian pada akhirnya Industri media cetak Indonesia memiliki optimisme untuk bisa tetap bertahan lama.
Selengkapnya terdapat pada majalah cetak & digital INDONESIA PRINT MEDIA edisi 109, Nov-Des 2022. Info : +62 811808282 (WA)
|