09 Jun 2012 |
|
Parahyangan adalah salah satu perusahaan percetakan di Makassar yang didirikan pada tahun 1990 oleh Bapak Darmanu Setiawan,, putra Jawa yang lahir dan dibesarkan di Bandung. Danu, panggilan sehari-hari Darmanu Setiawan, sudah mengenal dunia percetakan sejak ia masih remaja. Saat itu ia tinggal dan magang kerja selama 2 tahun di perusahaan percetakan milik kakaknya di Makassar. Ia memanfaatkan masa magang kerja ini dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya ia pun sedikit banyak menguasai seluk beluk teknologi percetakan.
Masih segar dalam ingatannya, kala itu modal awal yang diberikan kakaknya bahkan belum cukup untuk menyewa tempat usaha berukuran sekitar 2.5 x 10 m. Namun berkat kerja keras serta dukungan dari berbagai pihak, usaha cetak sablon yang dikelolanya dapat berjalan dengan baik, bahkan sekali-sekali juga mampu menerima jasa cetak offset. Ketika usahanya mulai maju, hambatan lain muncul. Pemilik tempat usaha tidak memperpanjang masa kontrak tempat usaha tersebut, karena akan digunakan untuk keperluan sendiri. Akhirnya, Danu pun menyewa tempat usaha yang terletak tepat di samping tempat usahanya semula. Dan belakangan ini, tempat usaha yang beralamat di Jalan Monginsidi No 59 Makassar itu dengan mengerahkan segenap kemampuan akhirnya berhasil ia beli. Hingga kini tempat tersebut menjadi salah satu lokasi usaha percetakan Parahyangan. Dengan agak malu, Pak Danu menceritakan perjalanan usahanya di masa lalu. Ia selalu berpikir untuk meningkatkan usaha percetakannya dengan menambah peralatan mesin cetak offset, namun kemampuan finansial belum juga memungkinkan. Maka, seringkali ia meluangkan waktu hanya untuk sekedar memperhatikan dari kejauhan (dari pinggir jalan) mesin cetak Gestetner yang dipajang di showroom salah satu supplier mesin cetak di Jalan Ahmad Yani Makassar. Pada saat itu sering terlintas pertanyaan di benaknya, “kapan saya dapat memiliki mesin seperti ini?”. Alhamdulillah tanpa diduga, sekitar setengah tahun kemudian, supplier mesin tersebut memberikan penawaran pembelian mesin tersebut dengan pembayaran melalui jasa perbankan. Dengan antusias, ia pun menyambut tawaran tersebut. Keputusannya untuk lebih memilih mesin cetak Gestetner daripada mesin cetak “Toko” dikarenakan proses cetaknya yang menggunakan proses dorongan angin bukan pergeseran sebagaimana mesin fotokopi, sehingga hasil cetakannya pun jauh lebih bagus dengan warna lebih register. Ketika iklim usaha cetak konvensional mulai jenuh dan perkembangan teknologi grafika mulai mengarah ke digital printing, ditambah dengan perubahan situasi politik di negara ini, maka kejelian dalam menentukan jenis usaha yang menguntungkan merupakan... Selengkapnya baca di majalah Indonesia Print Media edisi 46 Mei - Juni 2012. |