16 Jan 2012 |
|
Oleh : Kikie NurCholik
Kita selalu mengajarkan anak-anak kita untuk bekerja keras dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi tantangan kehidupan . Kita juga mengajarkan kepada mereka agar senantiasa bersyukur, penuh keajaiban untuk mengharapkan hal-hal baik terjadi, dan untuk mencari ‘harta karun harfiah’ (baca : mencari pendapatan), di setiap waktu, di setiap tempat, dan di setiap keadaan.
Orang-orang ini merasa dianiaya oleh manusia, oleh proses, dan oleh benda mati dengan kemudahan yang sama, sehingga mereka tampak hampir menikmatinya. Mereka sering marah, jengkel, dan hampir selalu mengeluh. Bahkan ketika semuanya bersenandung bersama dengan sempurna, mereka tetap berpikir menemukan sesuatu untuk mengeluh tentang apapun....!
Mereka kerap mencari seseorang (baca:siapa pun) yang setuju dengan pendapat mereka bahwa mereka telah diperlakukan secara tidak adil...
Perbedaan antara tim unggulan dan pemikiran unggulan yang membuat perubahan/ inovasi terjadi adalah adanya sekumpulan orang-orang beriman (iman adalah PERCAYA) di dalamnya.
Parapemenang benar-benar percaya bahwa mereka bisa melakukannya, sementara pecundang meragukan hal itu.
Parapemimpin besar umumnya sangat memahami hal ini. Mereka menemukan dan mempromosikan orang-orang terpercaya dalam organisasi mereka. Mereka juga menyadari akan bertumbuhkembangnya efek “kanker atau perusak” terhadap sistem yang telah mereka bangun dan sebagai pemimpin besar mereka akan segera membuang kanker tersebut..... Para pemimpin besar itu akan mengeluarkan tipe orang kedua ini dari organisasi secara cepat dan tanpa rasa menyesal.
Hal yang sama dapat diterapkan terhadap budaya inovatif, yaitu mereka-mereka yang mempelajari budaya dan mengembangkannya. Parapemimpin yang telah membangun budaya ini, baik melalui intuisi atau pengalaman, memahami sepenuhnya bahwa untuk menemukan sesuatu, mereka harus mencari jawaban dari hal yang mereka tidak mengerti dan melompat tepat ke ujung yang lebih jauh....
Mereka harus berani gagal dan kemudian cepat belajar dari kegagalan tersebut untuk kemudian berbagi pelajaran yang telah mereka dapatkan dengan tim. Ketika mereka berperilaku seperti ini, berarti mereka memberdayakan orang lain di sekitar mereka untuk mengikuti apa yang telah mereka lakukan.
Di ruang lingkup pekerjaan, orang yang bisa menjawab dengan cepat sering dianggap ‘yang paling tahu’. Sayangnya, seringkali karyawan kawakan ini tumbuh menjadi ‘yang paling pintar’ yang akhirnya menjadi ahli dalam menggunakan pengetahuannya untuk menjelaskan mengapa hal-hal yang mustahil DAPAT dilakukan sedangkan hal-hal yang masuk akal TIDAK BISA dilakukan........ Jika tidak, orang ini tanpa sadar akan menguasai pemikiran obyektif dari setiap lini organisasi, Kita tidak ingin “Korban” atau “Orang tak beriman” dan “Yang Tahu Segalanya...”. mempengaruhi pola pandang kita, atau visi&misi organisasi dan usaha kita, yang akan menjadikan langkah kita terseok-seok saat meng-implementasikan program yang sudah direncanakan dengan matang dan cermat bukan....? Akhirnya semua keputusan ada di tangan kita untuk memastikan agar mereka mengambil “obat anti-pandangan” dari kita dan membiarkan inovasi mereka berkembang di tempat lain.......Maka bersegeralah mengambil tindakan untuk “membuang” ketiga penghambat itu agar pola pemikiran dan usaha kita lebih inovatif dan SUKSES.....
|