Visitor

 

Sosial Media

 

Home Edisi Terbaru
16
Jan
2012
TIGA TIPE PENGHAMBAT DALAM USAHA DAN POLA PANDANG

Oleh : Kikie NurCholik

Kita selalu mengajarkan anak-anak kita untuk bekerja keras dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi tantangan kehidupan  . Kita juga  mengajarkan kepada mereka agar senantiasa  bersyukur, penuh keajaiban untuk mengharapkan hal-hal baik terjadi, dan untuk mencari ‘harta karun harfiah’ (baca : mencari pendapatan), di setiap waktu, di setiap tempat, dan di setiap keadaan.

Tapi suatu hari, saat kita sedang  berburu harta karun atau ketika perburuan sudah berakhir, kita juga akan mengajarkan mereka untuk memecat orang...., atau membuang beberapa orang yang berpemikiran seperti itu..? Mengapa?
Kita akan berbicara tentang “pembuangan” tiga tipe penghambat dalam usaha dan pola pandang kita, yaitu mereka yang berperan “inovasi pasif yang agresif”, yang akan menyedot banyak  energi  keluar dari  setiap kepala atau organisasi kita

Ketika dihadapkan dengan salah satu dari tiga tipe penghambat berikut, dan kita telah memastikan  dengan berbagai upaya tidak mungkin lagi untuk mengubah cara kerja dan pola pikir mereka, maka sudah  sepantasnya kita mengucapkan selamat tinggal bagi ketiganya.......


1. “Korban”

"Bisakah kau percaya apa yang mereka ingin kita lakukan sekarang? Dan tentu saja kita tidak punya waktu untuk melakukannya....Saya tidak dibayar cukup untuk ini. Bos tidak mengerti.... "

Pernyataan di atas adalah bentuh keluhan dari penghambat yang memposisikan dirinya sebagai korban. “Korban” adalah orang yang melihat masalah sebagai kesempatan untuk penganiayaan atau merasa dianiaya ketimbang sebagai tantangan untuk diatasi. Mungkin kita semua pernah  memainkan peran korban di suatu kesempatan, tetapi beberapa orang tertentu telah berubah dan menjadikan  peran korban sebagai cara hidup.

Orang-orang ini merasa dianiaya oleh manusia, oleh proses, dan oleh benda mati dengan kemudahan yang sama, sehingga mereka tampak hampir menikmatinya. Mereka sering marah, jengkel, dan hampir selalu mengeluh. Bahkan ketika semuanya bersenandung bersama dengan sempurna, mereka tetap  berpikir  menemukan sesuatu untuk mengeluh tentang apapun....!


“Korban” tidak pernah mencari peluang, tetapi mereka selalu mencari masalah. Dengan kata lain  “Korban” tidak bisa diharapkan untuk  berinovasi. Jadi jika kita ingin tim yang inovatif, kita tidak dapat menyertakan “Korban” dalam tim kita.  Sebuah catatan penting  untuk pelaku usaha, jika terjadi pemutusan hubungan kerja, korban juga yang paling mungkin  merasa perusahaan telah memberhentikan  mereka dengan tidak adil... terlepas dari apa penyebab pemberhentiannya

Mereka kerap  mencari seseorang (baca:siapa pun) yang  setuju dengan pendapat mereka bahwa mereka telah  diperlakukan  secara tidak adil...


2. ”Para Orang tak beriman”

"Mengapa kita harus bekerja begitu keras ? Bahkan jika kita datang dengan ide yang baik sekalipun...., bos mungkin akan menghentikan kita, membayar murah kita...,. Jika dia (si Boss) tidak melakukan hal tersebut..., pasar yang akan melakukannya.... dan saya pernah melihat ini seratus kali sebelumnya..... "

Sangat menarik kutipan yang dikemukakan  Henry Ford: "Jika Anda pikir Anda bisa, anda pasti BISA  dan Jika anda pikir Anda tidak bisa, maka TIDAK AKAN bisa....,"

Perbedaan antara tim unggulan dan pemikiran unggulan yang membuat perubahan/ inovasi terjadi  adalah adanya sekumpulan orang-orang beriman (iman adalah PERCAYA) di dalamnya.

Parapemenang benar-benar percaya bahwa mereka bisa melakukannya, sementara pecundang meragukan hal itu.

Dari berbagai  pengalaman, saya menemukan hubungan yang sangat kuat dan nyata antara kepercayaan dan keberhasilan.

Parapemimpin besar umumnya sangat  memahami hal ini. Mereka menemukan dan mempromosikan orang-orang terpercaya dalam organisasi mereka. Mereka juga menyadari akan  bertumbuhkembangnya efek “kanker atau perusak”  terhadap sistem yang telah mereka bangun dan sebagai pemimpin besar mereka  akan segera membuang kanker tersebut..... Para pemimpin besar itu akan mengeluarkan tipe orang kedua ini dari organisasi secara cepat dan tanpa rasa menyesal.

Jika kita seorang pemimpin yang memiliki  misi untuk terus  berinovasi, tetapi di dalam tim kita terdapat orang yang bertipe seperti ini..., apapun bentuk pemikiran mereka, lebih baik bersegera untuk mengambil tindakan yang tepat dan tegas....


3.  “Yang Tahu Segalanya...”

"Kamu  jelas tidak memahami aturan bisnis kita....., saya tidak akan membiarkan ide seperti ini, dan stakeholder kita tidak akan menerimanya.....  saya  anggap ketidakmampuan  pada  infrastruktur kita untuk mendukungnya..... makanya masalah ini terjadi, kamu salah tak pakai cara saya .... "

Para inovator yang terbaik adalah pembelajar, bukan ‘knowers’

Hal yang sama dapat diterapkan terhadap budaya inovatif, yaitu mereka-mereka yang mempelajari budaya dan mengembangkannya.

Parapemimpin yang telah membangun budaya ini, baik melalui intuisi atau pengalaman, memahami sepenuhnya bahwa untuk menemukan sesuatu, mereka harus mencari jawaban dari hal yang mereka tidak mengerti dan melompat tepat ke ujung yang lebih jauh....

Mereka harus berani gagal dan kemudian cepat belajar dari kegagalan tersebut untuk kemudian  berbagi pelajaran yang telah  mereka dapatkan  dengan tim. Ketika mereka berperilaku seperti ini,  berarti mereka memberdayakan orang lain di sekitar mereka untuk mengikuti apa yang telah mereka lakukan.

Di sekolah, siswa yang paling tahu akan mendapatkan nilai terbaik, kemudian melanjutkan studi ke perguruan tinggi terbaik, dan  pada akhirnya  mendapatkan pekerjaan dengan gaji terbaik.

Di ruang lingkup pekerjaan, orang yang bisa menjawab dengan cepat sering dianggap ‘yang paling tahu’. Sayangnya, seringkali karyawan kawakan ini tumbuh  menjadi ‘yang paling pintar’ yang akhirnya menjadi ahli dalam menggunakan pengetahuannya untuk menjelaskan mengapa hal-hal yang mustahil DAPAT dilakukan sedangkan  hal-hal  yang masuk akal TIDAK BISA dilakukan........

Tipe “Yang Tahu Segalanya”  ini harus ditantang, dilatih ulang, dan diberi kompensasi untuk gagal ke depan. Tetapi jika kebiasaan “Tahu Segalanya” orang ini terlalu mendarah daging sehingga sulit untuk berubah, kita harus membiarkan dia pergi.

Jika tidak, orang ini tanpa sadar  akan menguasai pemikiran obyektif dari setiap lini organisasi,

Kita  tidak ingin “Korban” atau “Orang tak beriman” dan “Yang Tahu Segalanya...”. mempengaruhi pola pandang kita, atau visi&misi organisasi dan usaha kita, yang akan menjadikan langkah kita terseok-seok saat meng-implementasikan program  yang sudah direncanakan dengan matang dan cermat bukan....?

Akhirnya semua keputusan ada di tangan  kita untuk memastikan agar mereka mengambil  “obat anti-pandangan” dari kita dan membiarkan  inovasi mereka berkembang di tempat lain.......Maka bersegeralah mengambil tindakan untuk “membuang” ketiga penghambat itu agar pola pemikiran dan usaha kita lebih inovatif dan SUKSES.....