25 Jul 2013 |
|
Media cetak di Inggris, semisal The Telegraph, The Sun, The Observer maupun Sunday Times, masih merupakan bagian dari multi media yang berjalan beriringan dengan kemajuan yang sangat luar biasa dari “web.” Prediksi sepuluh tahun lalu, yang menyatakan bahwa kematian media cetak akan dimulai menjelang tahun dua ribu dua puluhan, ternyata tidak menjadi kenyataan karena eksistensi media cetak masih dibutuhkan sehingga tidak terpinggirkan secara drastis. Memang terjadi pengurangan besar-besaran oplah media cetak di berbagai belahan dunia. Tapi kecerdikan penerbit untuk melakukan restrukturisasi dengan kebijakan “convergensi” media, mampu menyelamatkan surat kabar dari kebangkrutan. Lihatlah Surat Kabar Harian Nasional “Kompas” yang dengan cerdik melakukan kebijakan “convergensi” dengan membuat kebijakan “multi media” yang sangat canggih. Koran, web, televisi dan radio berada dalam satu jalur. Terjadi sinerjitas yang sangat terkontrol sehingga konten produknya bisa saling mengisi. Pengembangan multimedia ini dimungkinkan dengan menyasar satu tujuan, teknologi. Hal ini dibenarkan oleh Asosiasi Penerbit Koran dan Berita Sedunia (WAN-IFRA) . Mereka yakin bahwa industri pers tak akan mati, meski pertumbuhan pengguna Internet meledak. Presiden WAN-IFRA Jacob Mathew menegaskan hal itu saat membuka kongres Asosiasi Penerbit Koran dan Berita Sedunia ke-65 yang berbarengan dengan kongres Forum Pemimpin Redaksi dan Forum Iklan Dunia di Bangkok, 2-5 Juni 2013. “Industri pers tak akan runtuh karena perkembangan Internet,” kata Mathew. “Ketika teknologi sudah merasuk, tugas media hanya beradaptasi menghadapi perubahan itu. ” Mathew sadar bahwa iklan di media konvensional, seperti media cetak, tak bisa dipungkiri akan turun volume dan pembacanya. “Tapi pendapatan new media juga tumbuh,” katanya lagi. Saat ini tren bisnis industri media sudah bergeser, dari sekadar media cetak menjadi media cetak plus digital. Beberapa media mampu menyiasati turunnya pendapatan dari iklan maupun sirkulasi media cetak. Koran New York Times dan Financial Times contohnya, menerapkan sistem metering. Artinya, pembaca gratis membaca situs Web, misalnya 5 atau 20 artikel setiap bulan. Lebih dari itu, mereka harus membayar iuran langganan. New York Times kini memiliki sekitar 700 ribu pelanggan berbayar di online. Wallstreet Journal menerapkan sistem berbeda. Mereka memberlakukan sistem freemium. Dengan system ini, pengunjung dapat mengakses beberapa artikel secara gratis, sementara artikel yang lebih lengkap baru bisa dibaca setelah membayar iuran. Kittiran Na Ranong, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Thailand, sependapat dengan Mathew. Saat membuka kongres WAN-IFRA, Ranong menegaskan bahwa koran akan tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan. Di Thailand, dengan penduduk 66 juta orang, penetrasi Internet tinggi, penggunaan jaringan sosial media juga masif, “Namun koran masih tetap penting.” Kongres WAN-IFRA, kata Mathew, ada untuk membantu industri pers beradaptasi. Kongres kali ini diikuti lebih dari 1.500 editor dari berbagai negara. India adalah negara yang paling banyak mengirim delegasi. Mereka mengirim 300 peserta. Dari Indonesia, Jawa Pos adalah perusahaan yang paling banyak mengirim peserta, dengan lebih dari 40 orang anggota delegasi.
|