03 Apr 2013 |
|
Oleh : Drs. G. Aris Buntarman Berapa jumlah judul buku baru yang diterbitkan di Indonesia per tahun? Di berbagai pidato atau pernyataan , biasanya disebut jumlah dua puluh ribu tanpa menyebutkan sumbernya. Tak pernah ada katalog atau daftar buku. Penerbit buku yang secara teratur mengeluarkan katalog pun hanya ada satu-dua. Di AS , daftar buku baru per tahun disajikan di buku Books in Print yang diterbitkan oleh R.R. Bowker. Ini sering diiklankan di majalah Publishers Weekly. Isinya hanya daftar buku saja disertai keterangan nama penerbitnya, nomor ISBN, nama penulis, dan harga buku. Nomor ISBN pasti disebutkan karena nomor itu digunakan sebagai basis pencatatan transaksi bisnis buku di seluruh dunia. Bukan menggunakan nomor kode internal penerbit seperti di Indonesia. Daftar buku dengan model seperti yang disajikan oleh Books In Print seperti itu tidak ada di Indonesia. Apalagi disertai dengan data nomor ISBN-nya. Padahal , data ini sangat berguna bagi instansi mana pun yang ingin memesan dan mencari buku, terutama perpustakaan sekolah yang sekarang ini mulai mendapatkan kucuran dana BOS dan DAK dari negara. IKAPI DKI Jakarta sudah merintis penyediaan data seperti itu, namun baru diikuti oleh beberapa penerbit saja, dan itu pun belum ada data nomor ISBN. Hanya ada satu-dua penerbit yang sudah sadar bersedia mencantumkan data ISBN. Maka, saya mengusulkan kepada pengurus agar IKAPI DKI Jakarta agar menerbitkan Daftar Buku terbitan para anggotanya dengan menyajikan data lengkap termasuk pencantuman nomor ISBN. Syarat ini juga berguna untuk mengingatkan para penerbit yang sampai saat ini belum mempunyai nomor ISBN pada buku-buku yang diterbitkan. Nomor kode itu penting dan berguna bagi siapa pun yang terlibat dalam bisnis buku di Lini Industri Buku sedunia. ISBN sudah diperkenalkan kepada dunia empat puluh lima tahun lalu. Sangat janggal kalau sampai saat ini para penerbit buku kita tidak memahami kegunaannya. Apabila semua pengurus IKAPI DAERAH di seluruh Indonesia mau membuat daftar buku dengan model seperti itu secara teratur setiap tahun dan kemudian disatukan dalam satu buku oleh IKAPI Pusat, maka nakan tersajilah daftar buku nasional walau ini masih ada kekuarangannya. Masih banyak buku yang diterbitkan oleh para penerbit buku yang belum menjadi anggota IKAPI. Usulan saya diterima oleh pengurus IKAPI DKI Jakarta. Maka saya berniat membuat contoh model paparannya seperti yang saya lihat dari katalog dan daftar buku penerbit luar negeri. Saya memulai dengan membuat tabel sederhana, yang isinya adalah nama penerbit dan alamatnya, nomor urut, nomor ISBN, judul buku, penulis, klasifikasi buku, format, dan harga buku ( walau nanti perlu ada catatan bahwa harga buku dapat berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya ).
Baru beberapa menit saya memulai memasukkan data buku versi cetak BSE, saya merasakan begitu lambat prosesnya bahkan mulai muncul rasa jengkel karena buku versi cetak yang penerbitnya adalah Instansi Pemerintah , yang kemudian digandakan oleh percetakan swasta, ini menampilkan kesalahan elementer antara lain :
1. Teks di sampul belakang sulit dibaca ( termasuk data harga buku ) . Ukuran font sangat kecil dan dengan komposisi warna yang salah. Misalnya, teks hitam di atas warna biru. Atau, teks diapositif. 2. Ada beberapa buku masih menggunakan ISBN 10 digit. Ketinggalan jaman. 3. Banyak buku menyajikan dua data ISBN yang membingungkan. 4. Di sampul buku bagian belakang tidak ada barcode EAN 13 Bookland. Ini menimbulkan kekacauan dan menyulitkan administrasi di toko buku, distributor. Bayangkan kalau ada beberapa percetakan yang menggandakan judul nbuku yang sama dan mereka bersama-sama memasok buku itu ke distributor dan toko buku. Ini pernah dialami oleh Pusat Buku Indonesia. Mustinya, sebagai penerbit buku, kesalahan elementer itu tidak boleh terjadi. Penerbit buku harus tahu bagaimana... Selengkapnya di Majalah Grafika Indonesia Print Media Edisi 51 ( Maret - April 2013) |